Skip to main content

ASDP Indonesia Ferry untuk Pulo Nasi yang Berseri


Pagi ini saya mencoba kembali menyeberangi lautan menuju gugusan Pulau Aceh. Kali ini menuju Pulau Nasi setelah beberapa waktu sebelumnya menyambangi Pulau Breuh. Pulau Breuh dan Pulau Nasi merupakan gugusan kepulauan yang identik disebut dengan gugusan Pulau Aceh. Letaknya sebelah kiri dari jalur pelayaran Ulhee Lhe (Banda Aceh) – Balohan (Sabang). Masyarakat kedua pulau selama ini menggunakan jasa kapal ikan yang disulap menjadi kapal penumpang untuk bisa tiba di Banda Aceh. Jalur penyeberangan ini hanya dilayari oleh kapal dengan jenis kecil sehingga tidak bisa mengangkut kendaraan roda empat atau lebih. Keberadaan Kapal Motor Penumpang (KMP) Papuyu sangat membantu arus transportasi meski baru menghubungkan antara Banda Aceh saja dengan Pulau Nasi. 
 
KMP Papuyu di Pelabuhan Lamteng (dokumentasi pribadi)



Nahkoda Kapal Motor Penumpang (KMP) Papuyu memberikan kode kepada awak kapal untuk persiapan berlayar. Sepertinya kali ini kapal berangkat lebih cepat. Belakangan saya dapatkan info bahwa hari ini kapal berlayar dua kali trip karena untuk menunaikan pelayaran yang tertunda ketika kapal naik dock beberapa waktu lalu. Berarti saya punya kesempatan untuk mengeksplorasi Pulau Nasi dan kembali pada jadwal trip kedua nanti. Salah seorang petugas kapal memberikan nomor telepon selular untuk bisa dihubungi ketika kapal akan kembali siang nanti. Sejatinya KMP Papuyu hanya berlayar pada hari Senin, Rabu, Jumat dan Sabtu. Bertolak dari Pelabuhan Ulhee Lhe pukul 08.30 dan kembali berangkat dari Pelabuhan Lamteng di Pulau Nasi pukul 14.00. Demikian jadwal yang tertera di Pelabuhan Ulhee Lhee. Meski demikian, KMP Papuyu cenderung langsung kembali ketika sudah selesai bongkar muat penumpang dan barang di Lamteng. Perubahan jadwal dikarenakan penyesuaian terhadap cuaca di laut. Perubahan ini tentunya disampaikan kepada calon penumpang terutama di Pelabuhan Lamteng. Penumpang dewasa dikenai tiket sebesar Rp 18.500,- sekali jalan.

 Pelabuhan Ulhee Lhee Banda Aceh (dokumentasi pribadi)

 Secara perlahan KMP Papuyu membelah puritan meninggalkan Banda Aceh. Jenis kapal yang tidak terlalu besar membuat kapal ini dengan tenang mengarungi lautan. Bagi pengguna layanan jasa KMP Papuyu yang belum sempat sarapan tidak perlu cemas, kapal ini menyediakan kantin kecil yang dikelola oleh awak kapal. Beberapa kursi panjang tersedia di lantai dua kapal. Beberapa film dokumenter yang menceritakan keindahan alam Aceh diputar di layar kaca yang tersedia. Belum lagi satu mil kapal meninggalkan pelabuhan, petugas kapal memberikan informasi pengarahan keselamatan pelayaran. Petugas tersebut menunjukkan mekanisme penyelamatan diri juga menunjukkan keberadaan rompi keselamatan diri. Sungguh #AsyiknyaNaikFerry.

 
Persiapan sandar kapal (dokumentasi pribadi)


Sebelum menikmati pelayaran, saya mencoba mengelilingi seluruh bagian kapal. KMP Papuyu terbilang sangat bersih. Beberapa bagian kapal terlihat sangat tua, tetapi cat terlihat masih sangat baru. Terlihat jelas bahwa kapal ini benar-benar sangat terawat. Beberapa tempat sampah terlihat di sudut-sudut kapal. Bangku yang tersedia cukup bersih membuat penumpang nyaman berada di dalamnya. Terdapat dua kamar mandi di bagian kiri kapal yang diperuntukkan bagi penumpang. Kembali saya berdecak kagum, tidak seperti toilet umum kebanyakan, toilet ini bersih dan terawat. Air bersih yang tersedia sangat melimpah. Tidak ada salahnya untuk mandi di kamar mandi ini jika memang belum sempat mandi sebelum berangkat.

KMP Papuyu tidak seperti kapal ferry kebanyakan. Bentuk lambung kapal yang kecil tidak memberikan kapal ini banyak ruang. Sehingga tidak ada ruangan khusus bagi penumpang dengan fasilitas airconditioner. Meski demikian atap yang tersedia cukup membuat penumpang nyaman dan teduh berada di bawahnya. Kapal ini hanya mampu mengangkut beberapa kendaraan roda empat, rasanya tidak sampai 10 unit. Nahkoda sesekali membelokkan arah kapal. Pertanda ada arus deras yang harus dihindari. KMP Papuyu menjadi unik karena setiap awak kapal yang akan masuk ke ruang kemudi harus melepas alas kaki. Sehingga kebersihannya benar-benar terjaga. 

Setelah mengarungi lautan kira kira 90 menit lamanya, kapal tiba di Pelabuhan Lamteng, Pulo Nasi. Terlihat beberapa warga sudah menunggu untuk bertolak menuju Banda Aceh. Meski hanya sebuah pelabuhan kecil, petugas pelabuhan dengan sigap menanti hantaran tali kapal untuk disandarkan. Keberadaan KMP Papuyu menjadi sangat penting karena kapal ini bisa melancarkan arus keluar masuk barang menuju Pulau Nasi. Kelancaran moda transportasi menyebabkan tidak ada perbedaan harga sembako yang mencolok antara Pulo Nasi dan Banda Aceh. Keberadaan Pulo Nasi sejatinya sudah tersohor sejak lama. Gugusan Pulau Aceh mempunyai pemandangan yang sangat indah. Pantai yang jarang dijamah oleh manusia menjadi pilihan bagi pengunjung. Pulo Aceh juga mempunyai beberapa titik untuk snorkeling dan diving. Sayang disini belum banyak fasilitas yang tersedia, sehingga pengunjung harus membawa sendiri peralatan snorkeling dan diving. Masyarakat di sekitar pelabuhan hanya menyediakan fasilitas penyewaan kendaraan roda dua, sewa penginapan, dan menyediakan jasa konsumsi. Hadirnya KMP Papuyu memudahkan pengunjung membawa kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat. Keberadaannya menjadi lebih unggul ketimbang kapal ikan yang hanya mampu membawa kendaraan roda dua saja. Bukan tidak mungkin kehadiran KMP Papuyu mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat sesuai dengan visi   PT ASDP Indonesia Ferry(Persero) yaitu menjadi perusahaan jasa pelabuhan dan penyeberangan yang terbaik dan terbesar di tingkat regional, serta mampu memberikan nilai tambah bagi stakeholders.

 
Keindahan Pulo Nasi  (dokumentasi pribadi)


KMP Papuyu mengingatkan saya kepada Kapal Ferry yang menghubungkan Merak dan Bakauheni, "We Bridge The Nation". Moto ini sesuai karena KMP Papuyu menyatukan nusantara seperti KMP Sabuk Nusantara yang menyatukan Mentawai dengan Padang. PT ASDP IndonesiaFerry (Persero) sudah sewajarnya berbangga akan keberadaan KMP Papuyu di Provinsi Aceh. Kapal ini mampu mencitrakan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang Peduli, Handal, Terpercaya dan Last. Semua ini terlihat dalam pelayanan, keramahan, dan kesigapan semua awak kabin kapal dalam melayani pengguna jasa pelayaran KMP Papuyu. Semoga KMP Papuyu tidak hanya menyeberangkan penumpang, tetapi dapat membukakan mata dunia bahwa Pulo Nasi juga sangat layak untuk dikunjungi.

Comments

  1. Sukses terus, Om. Semoga dengan tulisannya Aceh bisa terhubung setiap pulaunya. Mantap

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen