Skip to main content

Mencicipi Cita Rasa Legendaris Bakmi Tjo Kin di Bandung

Rasa Warung Kopi



Warung kopi, siapa gerangan orang yang tidak pernah mendengar kata tersebut.  Jika mendengar kata Aceh maka akan langsung terbersit kata kopi di benak kita. Betapa tidak, Aceh terkenal dengan kenikmatan kopi terbaik di dunia. Begitupun dengan Banda Aceh pantas mendapat julukan Kota Seribu Warung Kopi. Ketika saya bersepeda menyusuri Jl. Panglima Nyak Makam, terlihat jelas belasan Warung Kopi di sepanjang jalan. Anehnya lagi warung kopi di daerah ini tidak pernah sepi. Tampaknya sudah mempunyai pelanggannya masing masing. Tua muda terlihat berkumpul di warung kopi. Ada yang sendiri, bersama teman, bahkan dengan keluarga.

Dewasa ini warung kopi telah beralih fungsi. Sebelum-sebelumnya warung kopi dijadikan ajang silaturahmi warga sekitar. Ada yang membahas kegiatan kampung, hingga pembahasan jual beli barang. Tidak jarang juga warung kopi digunakan sebagai tempat sosialisasi kebijakan pemerintah maupun kebijakan adat. Seiring kemajuan jaman, warung kopi tidak lagi sekedar menjadi ajang silaturahmi warga sekitar. Bahkan ada beberapa komunitas dan institusi yang menjadikan warung kopi sebagai tempat berkumpul mereka.  Tentunya warung kopi sangat nyaman untuk dijadikan tempat berkumpul. Fasilitas yang memadai menjadi salah satu faktor penunjang sebuah warung kopi.


Sebelum tahun 2000an, warung kopi hanya menyediakan fasilitas toilet, ruang berkumpul, juga mushala. Setelah era 2000an perkembangan teknologi turut mempengaruhi sebuah warung kopi.  Beberapa warung kopi di Banda Aceh sesekali mendatangkan pemain music untuk menghibur pengunjungnya. Saat ini sangatlah jarang sebuah warung kopi yang tidak menyediakan fasilitas WIFI untuk internet pengunjung. Bahkan sebuah warung kopi menyediakan lebih dari satu provider layanan internet. Semakin cepat layanan akses internet, maka semakin betah pengunjung berlama lama berada di dalamnya. Semakin lama berada di dalam, ada harapan semakin banyak juga uang yang dibelanjakan di warung kopi. Toh demikian, kelebihan dari warung kopi di Banda Aceh adalah tidak membatasi seseorang pengunjung untuk duduk berlama lama di dalam. Meskipun hanya segelas air putih yang diminumnya, tidaklah menjadi sebuah alasan untuk mempercepat keberadaannya di dalam warung kopi. 

Internet yang cepat merupakan idaman pelanggan warung kopi saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa Banda Aceh juga merupakan salah satu dari kota tanpa bioskop. Keberadaan warung kopi sangat menunjang kebutuhan orang-orang yang gemar menonton film. Pernah saya melihat beberapa teman men-download film dan video music di warung kopi. Aksesnya sangat cepat sehingga tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan sebuah film. Bagaimana tidak, ada warung kopi yang menyediakan akses internet lebih dari 1mbps. Selain dari mengunduh film, beberapa kawan tak jarang menonton film bersama dengan layar lebar yang disediakan warung kopi. Diskusi tentang film yang sudah ditonton kerap terjadi setelah itu. Dinamika warung kopi tetap mendukung kegemaran-kegemaran pelanggannya.

Selain menonton film bareng, ada beberapa komunitas di Banda Aceh yang kerap menyelenggarakan nonton bareng sepakbola ataupun Moto GP. Warung kopi akan lebih ramai ketika pertandingan yang disiarkan sangat menarik. Semarak menonton di warung kopi tidaklah jauh berbeda dengan menonton langsung di lapangan. Selain kegiatan tersebut, warung kopi juga kerap dijadikan sebagai sarana rapat, bermusyawarah, sosialisasi, bahkan hingga kampanye politik. Tidak jarang warung kopi di Banda Aceh ini yang menyediakan ruangan khusus untuk pertemuan.  Ruang pertemuan tersebut juga dilengkapi dengan sofa, AC, TV, Layar Lebar dan infocus untuk persentasi.

Akhir-akhir ini citarasa kopi menjadi nilai kesekian bagi pengunjung warung kopi. Meski masih banyak penikmat kopi yang mempertahankan cita rasa. Mayoritas penikmat kopi biasanya berasal dari kaum orang tua. Sedangkan anak muda lebih mengedepankan harga kopi dan fasilitas warung kopi. Citarasa kopi di Banda Aceh berbeda satu warung kopi dengan warung kopi yang lain. Meskipun terkadang menggunakan bubuk kopi yang sama, rasa bisa saja berbeda tergantung dari penyaring kopi dan penyajiannya. Bagi pengunjung Banda Aceh tidak usah khawatir karena masih ada beberapa warung kopi yang menjaga suasana warung kopi dengan tidak menyediakan akses internet di dalamnya. Sehingga kita akan fokus menikmati cita rasa kopi yang disajikan. Bila berkunjung ke Banda Aceh jangan lupa untuk singgah sejenak ke warung kopi.


Comments

  1. lebih mantap ayam ya ne.... jangan lupa mampir kemari ya : http://charmingaceh.blogspot.com/

    ReplyDelete
  2. Mantap Banget Tulisan ya.
    Destinasi Lengkap Aceh cuma Ada di : http://acehplanet.com/

    ReplyDelete
  3. Memang kopi aceh mantap gan, jangan lupa : http://bandaacehvisit.blogspot.com/2014/04/banda-aceh-icon-para-cendekia-aceh.html

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen