Skip to main content

Sehari bersama Pembangunan Semesta


Pagi di Pinang Baris, masih pukul 08 waktu Medan dan sekitarnya. Turun dari angkot warna merah entah no berapa, pastinya dari Padang Bulan. Niat hati sebenarnya ingin ke Tangkahan, tetapi masih ragu karena jadwal bus ke lokasi masih sangat terbatas. Maklum bukan trayek yang cukup basah. Pembangunan Semesta, itulah nama bus yang dapat digunakan untuk mencapai Tangkahan. Warnanya oren, mirip mirip minibus Rajabasa - Panjang di Lampung sana. Karena masih terlalu pagi, didapatlah bangku "hot seat" tepat di belakang supir. Kira kira setengah jam lamanya bus parkir di luar terminal. Bus kemudian melaju perlahan mengarungi jalur Medan - Langkat. Meski terkesan sangat ekonomis karena dilihat dari fasilitasnya, Pembangunan Semesta memiliki penggemar yang tak sedikit. Di titik titik tertentu beberapa penumpang mulai naik. Mungkin sebagai trip perdana di pagi ini setelah matahari muncul, pengguna jasa layanan Pembangunan Semesta banyak yang menunggu. Rasanya lebih enak menyebutkan pengguna jasa layanan ketimbang harus mengatakan "penumpang" karena setiap yang naik membayar ongkos, jadi sangat rancu kalau dikatakan dengan menumpang.

Perlahan tapi pasti penumpang mulai penuh sesak. Penumpang jarak pendek ditempatkan di bagian belakang, sedangkan penumpang jarak jauh diutamakan duduk di kursi kursi bagian depan. Hal ini untuk memudahkan proses naik turun pengguna jasa layanan sepertinya. Sampai ke daerah Stabat jalanan masih mulus. Aspal tebal masih sangat terasa sebagai landasan roda. Setengah perjalanan hampir ditempuh, kondektur sibuk mengumpulkan ongkos pengguna jasa layanan Pembangunan Semesta ini. Beberapa kali bus ini berpapasan dengan bus yang sama hanya saja berbeda nomor bus. Mungkin karena saya masih terlalu awam, jadi tak terlalu menghapal plat kendaraan ini. Hanya saja yang menjadi ciri dari Bus Pembangunan Semesta adalah nomor nomor yang dipasang di pintu atau di bagian depan bus. Seperti misalnya PS 24.Mungkin itu merupakan urutan nomor bus tersebut.







Setelah melewati terminal bus Langkat, jalanan dirasa sangat berbeda. Aspal tidak merata, dan beberapa lubang terlihat menganga. Jika hujan, jalanan berubah seperti kubangan lumpur. Sedangkan di siang terik seperti sekarang ini, jalanan sangat berdebu. Seharusnya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara melihat ini semua. Sesekali bus berpapasan dengan rombongan truk besar yang mengangkut kayu. Kerikil juga turut menemani aspal jalan sepanjang hari ini. Tampaknya supir kali ini cukup mahir dalam mengambil posisi ketika berpapasan dengan truk truk kayu tersebut. Karena badan jalan terkadang tidak cukup untuk menampung kendaraan besar yang berpapasan. Bus sudah berjalan kira kira sejam lamanya. Tepat di depan makam pahlawan Serangan bus berhenti. Supir istirahat sejenak menikmati air mineral dingin di kedai langganannya. Kira kira 10menit perjalanan di lanjutkan. Kembali menikmati jalanan berdebu dan berlubang. Sampailah di depan mulut jembatan yang belum selesai terpasang. "Serangan habis" ujar sang kondektur.
Ketika turun dan bertanya ke tukang ojek, ternyata Tangkahan masih sangat jauh dan ongkosnya cukup mahal. Jadi saya urungkan niat menuju kesana. Dengan membeli minuman ringan di sebuah kedai, jadilah siang ini berteduh disana sembari menunggu bus Pembangunan Semesta lainnya. Bus yang saya naiki tadi kembali putar kepala.
Bus akan datang 2 jam lagi ujar ibu penunggu kedai tersebut. Maka sekedar iseng, saya menyeberangi sungai melalui jembatan lama yang sudah usang. Banyak sekali kendaraan yang melintas jembatan ini. Tampak sekali banyak pengunjung ke Tangkahan hari ini. Di seberang sungai terdapat sebuah desa yang cukup ramai penduduknya. Hal ini terlihat dari beberapa warung di tepi jalan. Sebenarnya merinding juga berada di atas jembatan ini. Karena bergetar setiap ada kendaraan yang lewat. Bagaimana tidak merinding, arus sungai di bawah sangat deras. Siang ini cukup terik untuk daerah Serangan dan sekitarnya. Kembali ke kedai tadi, sembari menikmati pemandangan orang orang yang bekerja membangun jembatan tersebut. Senang hati karena ada Bus Pembangunan Semesta yang masuk. Ternyata tidak ke Medan, ada rute lain tampaknya. Setelah 2jam menunggu, tepat perkataan ibu tadi bahwa bus ke Medan masuk. Langsung masuk dan memilih bangku paling depan di belakang supir. Layaknya kapal yang akan berangkat, supir membunyikan klakson panjang. Ini sebagai pemberitahuan bahwa bus akan berangkat. Ternyata klakson itu berguna, tampak beberapa orang muncul dari balik pepohonan sawit. Mungkin karena hari Minggu, banyak mahasiwa dan pekerja yang kembali ke Medan. Karena tak sedikit warga sekitar yang berangkat di antar sanak keluarga ke muka jalan.








Perjalanan ke Medan sebenarnya sangat menarik, karena didapat kabar ada Bus Pembangunan Semesta lainnya yang putar kepala di tengah perjalanan. Supir langsung tancap gas. prosesi naik turun pengguna jasa layanan lebih dipercepat. Tak sampai 10 menit, didapatilah bus lainnya yang sedang kembali ke arah Medan. Sesekali bus yang saya naiki berada di depan, begitupun dengan bus Pembangunan Semesta satu lagi. Kalau saya tidak lupa, bus tersebut adalah PS 64. Pertarungan sangat seru ketika masuk ke lintasan besar (Banda Aceh - Medan). Lalu lintas sore ini sangat padat, sedangkan supir tetap berpacu seiring kencangnya ketukan ritme lagu yang mengalun di bus sore ini. Kondektur sangat sibuk memberikan aba-aba kepada supir, apalagi ketika hendak melintasi kendaraan lainnya. Tak sampai sore hari akhirnya sampai juga di Pinang Baris. Setelah makan sore merangkap siang dan malam nanti, perjalanan dilanjutkan ke Pool Bus PMTOH untuk kembali ke Banda Aceh dengan menggunakan armada Jetbus OH 1526, BL 7449 AA armada idaman :)

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen